Jakarta, KemendikbudâSeperti apa peran Kartini di Era Digital? Pertanyaan ini coba dijawab dalam forum Semiloka Kartini di Era Digital di Jakarta, Rabu (25/4). Dengan mengangkat tema Perempuan, Inovasi, dan Teknologi, forum ini mencoba menerjemahkan semangat Raden Ajeng Kartini ke dalam kondisi masa kini, ketika perempuan mampu mengambil peran di berbagai bidang, salah satunya politik, serta beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan dunia inovasi.
Kesempatan berkembang yang dimiliki oleh kaum perempuan pada hari ini, sesungguhnya tidak berbeda dengan kaum laki-laki. Hanya saja, belum semua menyadari potensi dan memanfaatkannya dengan maksimal. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, dalam sesi pembukaan semiloka.
Dalam forum yang dihadiri para perempuan di parlemen, partai politik, dan mahasiswa ini, Bambang menjelaskan, bahwa salah satu contoh realitas politik yang ada menunjukkan, keterwakilan perempuan di parlemen belum pernah menembus tiga puluh persen, seperti yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (sebagai perubahan atas UU No.10 Tahun 2008).
Di sisi lain, perempuan perlu menyadari potensinya sebagai instrumen yang efektif bagi pendidikan politik. Uni Zulfiani Lubis, atau biasa dipanggil Uni Lubis, seorang jurnalis senior yang kini menjadi editor in chief IDN Times, menyampaikan, perempuan atau dalam hal ini ibu, adalah kunci dalam merumuskan agenda politik, karena kedekatan yang dimiliki dengan anak.
Ibu dapat menjangkau apa yang menjadi perhatian dan aspirasi kaum milenial. âCari tahu apa yang jadi concern milenial. Tiga-empat tahun terakhir isinya debat SARA. Milenial jadi golput, karena politisi gak peduli aspirasi mereka,â jelas Uni Lubis.
Dalam hal berinovasi, Uni Lubis mengingatkan bahwa inovasi itu bukan berarti menciptakan sesuatu yang baru, tapi siapa yang cepat mengeksekusi. Ungkapan senada disampaikan oleh Alamanda Shantika, digital entrepreneur yang turut andil membesarkan PT Go-Jek, namun kemudian memilih mendirikan sekolah Binar Academy.
Alamanda menyampaikan, sebagai bagian dari generasi milenial, memang kaum milenial penuh dengan inovasi, terlepas dari gender. Jika ada yang mempertanyakan mengapa bisa perempuan bergerak di bidang teknologi adalah karena memang Ia tidak pernah merasa dibedakan. âKita tidak ingin dibeda-bedakan. Kalau ada yang terus membedakan (program atau acara khusus perempuan), ya makin beda,â ungkap Alamanda.
Ia mengakui bahwa di perusahaan Ia bekerja sebelumnya, yaitu Go-Jek, jumlah pekerja laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Ketika Ia memutuskan untuk mendirikan sekolah pun, perhatian utamanya adalah lebih kepada bagaimana generasi muda dapat memenuhi kebutuhan industri digital. Penyebab utamanya, selama ini Ia melihat lulusan perguruan tinggi tidak semuanya mampu untuk menjawab tantangan perkembangan teknologi terkini.
Lalu, bagaimana mendorong literasi digital bagi kaum perempuan secara umum? Miftah Nur Sabri dari selasar.com menyampaikan, bahwa hal utama yang perlu diperhatikan adalah pola, bagaimana memanfaatkan teknologi dalam keseharian. Apakah kita terbiasa mencari berita dengan sengaja mengunjungi laman tertentu misalnya, atau menerima saja berita dari grup-grup percakapan.
Miftah mengajak kaum perempuan untuk dapat memanfaatkan teknologi, tidak hanya secara maksimal, tetapi juga bijaksana. Dalam memanfaatkan media sosial, misalnya, Miftah menggaris bawahi pentingnya membuka diri, belajar kepada generasi muda yang lebih memahami. Begitu pun dalam pengelolaan konten media sosial, baik itu untuk tujuan politik, bisnis, maupun sosial, Ia mendorong agar pengguna akun lebih banyak bercerita, bukan sekadar membagikan foto. âCeritakanlah dengan baik konten Ibu-ibu, orang senang konten yang bercerita,â pungkas Miftah.
Ke depan, tantangan bagi perempuan dalam menjalankan peran dan fungsinya di era digital tentu tidak mudah. Peran pendidikan sangat penting dalam menjawab tantangan tersebut. Bambang Soesatyo menggambarkannya dalam pesan yang ditulis oleh Kartini kepada Nyonya Van Kool pada Agustus tahun 1900. âAlangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa bahagia baginya.â (Prani Pramudita)